Mengenal
Produk Perbankan Syariah
Oleh
Eko Sumarjianto
Produk
perbankan Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Produk
Penyaluran dana, 2) Produk Penghimpunan dana, 3) Produk yang
berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
Produk
penyaluran dana
Dibedakan
dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;
transaksi
pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang, dilakukan dengan
prinsip jual beli
transaksi
pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan
prinsip sewa
transaksi
pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat
sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
1.
Prinsip Jual beli
Prinsip
jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi
bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan
atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang sebagai berikut:
a.
Pembiayaan Murabahah
Bank
bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual
adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak
harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual
dicantumkan dalam akad jual beli, dan tak berubah selama berlakunya
akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh.
b.
Salam
Transaksi
jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena
itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai.
Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas
transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas,
kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti.
Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank
dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan.
Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.
Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada,
seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual
kembali secara tunai atau cicilan.
c.
Istishna
Menyerupai
salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa
termin pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan
untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang
pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga
jual dicantumkan dalam akad istishna dan tak boleh berubah selama
berlakunya akad.
2.
Prinsip sewa (Ijarah)
Transaksi
ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli
obyek transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada
akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada
nasabah. Harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian.
3.Prinsip
Bagi Hasil
Prinsip
bagi hasil dibagi dua, yaitu:
a.
Musyarakah
Transaksi
musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama
untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Ketentuan
umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta
dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana
proyek.
b.
Mudharabah
Adalah
bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik
modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan
suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan
umum:
Jumlah
modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus
secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan
nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap,
harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
Hasil
pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue
sharing, yang berasal dari
pendapatan proyek, dan 2) profit
sharing, dari keuntungan
proyek.
Bank
berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak
mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
4.
Akad Pelengkap
a.
Hiwalah (alih piutang)
b.
Rahn (gadai)
c.
Qard
d.
Wakalah (perwakilan)
e.
Kafalah (Bank Garnsi)